Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah, dan Pembangunan Daerah
Dampak Otonomi Daerah Terhadap
Pendapatan Asli Daerah, dan Pembangunan Daerah
(
Studi Kasus Kabupaten Madiun )
Penulis
: Danang Kurniawan Ilmu Pemerintahan
Universitas Muhammadiyah Malang
Universitas Muhammadiyah Malang
Otonomi
berasal dari kata autos dan nomos berarti “memerintah sendiri”, sedangkan secara
konseptual berarti hak wewenang dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri (
Sarundjang, 1999:27). Dimana wewenang dapat berasal dari pemerintah pusat
yang diprkasarai oleh mandat masyarakat, berbicara mengenai wewenang tidak
terlepas oleh kekuasaan power, hanya
saja kekuasaan lebih menjurus dalam politik, orang berpatai untuk mendapatkan
kekuasaan, sedangakan Otonomi Daerah adalah perihal pendistribusian wewenang
kepada daerah dalam manajemen adsminitratif dalam mewujudkan Pemerintah yang
baik (Good Governence). Disisi lain keuasaan tidak lagi tunggal jika melihat
terdapat pengurangan kekuasaan yang ada di pemeeintahan pusat kepada daerah,
walupun dalam praktiknya adanhya batasan batasan yang tidak dapat dikuasai oleh
daerah, yang dimana akan mengakibatkan tarik menarik antar kepentingan pusat
dan daerah, sehingga bnayaknya pihak yang mengkhwatirkan perebutan kekuasaan
yang terjadi di masa lalu casttle
kerajaan terulang lagi.
Otonomi
daerah dalam praktiknya sejak 1974 mengalami pelebaran atau penyempitan konsep
Otonomi Daerah selalu menjadi bahan perdebatan, tanpa kata akhir dan semua
tergantung siapa yang berkuasa. Reformasi di tahun 1998 harus dipandang sebagai
bagian sejarah pelaksanaan Otonomi Daerah. Hermawan Sulistyo mencatat (
1998:19), bahwa agenda reformasi politik tidak dapat menafikan Otonomi Daerah
sebab agenda reformasi politik pada saat itu adalah mengurangi monopoli
pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintah pusat Orde Baru.
Terlepas
dari perdebatan tentang peran Otonomi Daerah yang masih menyimpan banyak
problematika secara akademis maupun praktik, menurut saya pribadi konsep dari
Otonomi Daerah bukan konsep yang buruk, dikarenakan lebih melibatkan masyarakat
secara aktif dalam partisipasi politik maupun pembangunan, hanya saja dalam
pemahaman setiap daerah sehingga dalam
praktiknya tidak seperti yang diharapkan oleh para penggagas Otonomi Daerah
tersebut. Pandangan saya ini mengenai Otonomi Daerah agar memiliki dasar yang
akademis, saya menggunakan pendekatan teori Gabriel
Almond ( culture and structur ) Tentang negara ideal yang di tinjau dari
kultur dan struktur yang berada di sosial masyarakat, dapat dilihat secara umum
dari sejarah Indonesia jauh sebelum peradaban kemerdekaan masyarakat indonesia
memiliki karakterisitik sndiri disetiap
wilayah dengan tatanan velue yang
berbeda disetiap wilayah, dengan dibuktikan
dengan banyaknya kerajaan disetiap daerah dan kebudayaan yang ada,
dengan disinilah indonesia memiliki
karakteristik sebagai daerah yang memiliki keberagaaman berbeda dan tepat jika
Otonomi Daerah diterapkan di Indonesia . Tentunya daerah dapat menjawab tantangan
sendiri mengenai pembangunan apa yang cocok diterapkan didaerah tersebut,
dikarenakan kedekatan pemerintah daerah terhadap masyrakat tersebut,
dibandingkan pada saat Orde Baru yang berkesan menyamaratakan semua daerah di
Indonesia dan tidak jarang menimbulkan ketimpangan antar daerah. Pandangan ini
juga di benarkan dengan Moh Hatta sosok pemikir pondasi negara yang semasa
hidupnya memperjuangakan negara indonesia sebagai negara bagian ( federal ), walaupun secara konsep
tidak mengadopsi penuh negara federal dimana memiliki kebedaan tersendiri
dengan Otonomi Daerah, akan tetapi secara semangat kedaerahan yang memiliki
kesamaan dengan pemahaman Moh Hatta. Secara sosiologis juga dengan adanya
Otonomi Daerah dapat mempertahankan kekayaan daerah di Indonesia karena jelas
pada saat Orde Baru presiden Soeharto secara sentralistik menyeragamkan daerah
dalam hal segala aspek dan bahkan sangat kental dengan satu budaya saja yaitu
Jawa.
Berkaitan
dengan pelaksanaan Otonomi Daerah, khususnya sejak berlakunya Undang Undang
terbaru 23 tahun 2014 telah memberikan banyak pelajaran mengenai pelaksanaan
Pemerintahan Daerah, pembangunan, kemayarakatan dan serta pelayanan, dalam
pelaksanaan sepanjang tahun mengantarkan banyak daerah yang berani transparan,
partisipatif dan akuntabel dalam menjalankan dalam mengelola potensi Daerah.
Otonomi
Daerah membuat terjadinya pergeseran peran dan pelaku ekonomi Nasional,
meskipun dalam praktiknya tetap bertumpu pada peran swasta, masyarakat dan
koperasi. Pemerintah Daerah menjadi pelaku ekonomi utama dikarenakan Pemerintah
Daerah lebih memiliki kewenangan khusus dan dekat dengan masyarakat, sehingga
di tuntut dalam penggalinan sumber daya ( dana ) bagi pembiayaan urusan rumah
tangganya sendriri. Pemerintah Daerah dituntut untuk lebih kreatif dalam
memetakan potensi wilayah yang dapat menghasilkan pendapatan suatu Daerah sebanyak
banyaknya ( PAD ). Salah satu faktor yang digunakan adalah di setiap daerah
yakni sektor alam, dengan cara mengeksploitasi sektor alam tersebut yang tidak
jarang malah berdampak besar bagi kelangsungan daerah tersebut yaitu
lingkungan. Hal ini terjadi kondisi keuangan Nasional yang belum mendukung
sepenuhnya pelaksanaan Otonomi Dearah, dikarenakan masih banyaknya beban utang
yang di tanggung oleh negara, sehingga berdampak kepada daerah yang secara potensi
minim SDM dan SDA, pada akhirnya daerah
tersebut menggunakan eksploitasi sebagai
pilihan mereka dalam menjaga eksistensi daerah Otonom, di tambah juga dengan
pelebelan daerah yang surplus dan minus yang dilakukan oleh pemerintah pusat
melalui lembaga yang berwenang seperti BPK, dimana daerah lebih menambah lagi
dan rakus dalam semata mata meningkatkan PAD.
Berbicara
soal PAD tentunya ada payung hukum yang melindungi Pemerintah Daerah dalam
pelaksanaan penggalian PAD di daerahnya, yakni jika dilihat melalui Undang
Undang No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 79 yang menyebutkan
bahwa sumber pendapatan daerah dappat berasal dari :
A. Pendapatan
Asli Dearah yaitu :
1. Hasil
pajak daerah
2. Hasil
retribusi daerah
3. Hasil
perusahaan milik daearah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
dan
4. Lain
lain pendapatan asli daearah yang sah.
B. Dana
Perimbangan
C. Pinjaman
daerah, dan
D. Lain
lain pendapatan daerah yang sah.
Dari
empat penjelasan mengenai keuangan daerah otonom yang paling penting merupakan
Pendapatan Asli Dearah ( PAD ), dimana semakin daerah itu Otonom berhasil dan
semakin mandiri dalam kemampuan sendiri dan semakin tidak tergantung dengan
keuangan Pemerintahan Pusat, dengan ditunjukan dengan besarnya anggaran PAD.
Dalam buku yang berjudul Wajah Ganda Otonomi Dearah karangan Muhammad Alyas S.H
, M. H, dijelaskan faktor yang mempengaruhi PAD di daerah adalah ada dua
faktor, yang pertama faktor Pemerintahan Daerah , dan kedua faktor tidak
diberdayakannya Masyarakat, dan swasta.
Berbicara
mengenai Otonomi Daerah dengan diikutin berbagai polemik di dalamnya,
pembangunan dan kesejahteraan, kurang tepat jika tidak membahas secara mendalam
yang terjadi di suatu daerah, agar lebih dapat melihat secara praktik dilapngan
agar dapat menggambarkan secara nyata Otonomi itu sendiri bukan secara konsep
belaka, disini saya sebagai penulis dari halaman sebelumnhya telah memaparkan
Otonomi Daerah dengan prespektif saya dan di perkuat dengan literasi buku yang
menjadi rujukan untuk memperkuat analisa ini. Tentunya tulisan ini akan saya
arahkan pada kondisi yang ada di daerah saya sendiri yakni Kab. Madiun bertepat
di Prov. Jawa Timur.
Sebelum masuk pada ke dalam kondisi yang kompleks
mengenai Kab Madiun, ada hal yang di perhatikan dalam menggali PAD agar tidak
menuai maslah di kemjudian hari, harus di dasarkan pada keberpihakan terhadap
masayarakat, dan pemetaan potensi sesuai daerah masing masing yang dilihat dari
SDM dan SDA. Teori economic development
dimana secara ilmiah teori pembangunan ini sangat bagus, karena secara garis
besar memiliki seubstansi yang sama dengan semnagat tujuan Otonomi Daerah,
dimana menekankan pada pembangunan dengan melihat Sumber daya yang di miliki oleh
daerah itu sendiri.
Kab
Madiun secara geografis dari BPS statistik
daerah kabupaten madiun 2012 geografi
dan iklim kabupaten madiun terletak disebelah utara berbatasan dengan kabupaten
bojonegoro, di sebelah timur berbatasan dengan kabupaten nganjuk, disebelah
selatan berbatasan dengan kabupaten ponorogo, dan di sebelah barat berbatasan
dengan kabupaten magetan dan ngawi, luas wilayah kabupaten madiun adalah
1.010,86 km 2 atau 101.086 ha. :
Seluruh
luas lahan di kabupaten madiun sekitar
32,78 persen digunakan untuk lahan sawah. suhu udara rata-rata di kabupaten madiun
tahun 2011 berkisar antara 28,6 0 c sampai dengan 29,3 0 c. dengan tingkat
kelembaban udara rata-rata sebesar 100 persen dan kecepatan angin berkisar
antara 37.4-165.9 km/hari . curah hujan tertinggi tercatat 376 mm dan hari
hujan sebanyak 56 hari. daerah dengan curah hujan tinggi terutama terdapat di
kabupaten madiun bagian timur, dan
sepanjang lereng gunung wilis. sebagian
besar desa yang ada di kabupaten madiun merupakan desa yang berada hamparan
yaitu sebanyak 177 desa, sedangkan yang yang berada pada wilayah dengan
topografi lereng/ punggung bukit sebanyak 27 desa dan di lembah sebanyak 2
desa. sumber: upt psda ws madiun dinas pu pengairan kabupaten madiun podes 2011 statistik geografi dan iklim di kabupaten madiun lebih enam bulan di guyur
hujan luas wilayah kabupaten madiun
sebesar 2,14 per-sen dari total luas wilayah provinsi jawa timur, dengan jumlah
desa sebanyak 21.84 persen berada di tepi/sekitar kawasan hutan dengan curah
hujan tertinggi berada pada bulan februari.
Pada
tahun 2009 tingkat pengangguran terbuka tercatat sebesar 6,04 persen, angka ini
menurun menjadi 3,37 persen pada tahun 2011. berdasarkan perbandingan menurut
tiga sektor utama pilihan bekerja di sektor pertanian masih mendominasi pasar
kerja di kabupaten madiun dengan persentase sebesar 47,44 persen pada tahun
2011 dan diikuti dengan sektor perdagangan dengan persentase sebesar 21,54
persen, sementara pekerja di sektor keuangan dan jasa-jasa sebesar 2,65 persen.
komposisi tersebut tampaknya tidak banyak mengalami perubahan selama kurun
waktu 2009-2011. upah minimum kabupaten (umk) di kabupaten madiun terus
mengalami peningkatan. selama periode 2009-2011 umk kabupaten madiun meningkat
dari rp. 620 ribu menjadi rp. 720 ribu perbulan.
Dinas
pertanian tanaman pangan dan holtikultura kab. madiun catatan : kabupaten
madiun merupakan salah satu
kabupaten penyangga pangan jawa timur. oleh karena itu produktivitas
tanaman pangan khususnya padi perlu terus ditingkatkan. produksi padi di
kabupaten madiun pada tahun 2011 sebesar 491.54 ribu ton, naik sebesar 1.3
persen jika dibandingkan tahun 2010 yang hanya berproduksi sebesar 485.23 ribu
ton. peningkatan produksi yang
terjadi pada tahun 2011 lebih disebabkan oleh naiknya luas
panen. jika dibandingkan dengan kabupaten lain, produksi padi di kabupaten
madiun mencapai sekitar 3,78 persen dari
seluruh produksi padi di jawa timur dan merupakan produksi kesepuluh terbesar setelah kabupaten malang dan nganjuk. namun
dari sisi produktivitas, tampaknya produktivitas padi di
kabupaten madiun setiap tahun selalu meningkat dan
melebihi produktivitas padi jawa
timur.
Data diatas adalah menunjukan
potensi yang ada di Kab Madiun secara umum memiliki
komoditas pertanian yang sangat besar dengan di buktikan data BPS, potensi ini
seharusnya dikembangkan oleh Pemeintah Kab Madiun dalam menggali PAD tersebut
dengan cara menjadi fasilitator terhadap
swasta danj masayrakat. Dimana jika potensi ini di kembangakan dengan baik
akan berdampak juga tidak hanya pada PAD tapi kesejahteraan langsung terhadap
masyarakat, karena disini adalah masyarakat lah yang berperan dalam
perekonomian daearah tersebut bukan dimanikan atau dimonopoli oleh segelintir
kelompok.
Secara
garis besar arah pembangunan jika dilihat dari potensi tersebut, dan di
kombinasikan dengan prinsip Economic
development tentunya pembangunan yang di lakukan adalah memproritaskan pada
sektor pertanian :
1. Penyuluhan
bibit berkuwalitas
2. Pendistribusian
pupuk yang baik
3. Pembangunan
pengairan persawahan
4. Pembuatan
payung hukum melalui ( Perda, Perbup ) dan sebagainya yang melindungi lahan
pertanian
5. Bantuan
Pinjaman Modal petani yang menekan angka bunga
Secara
kelembagaan Pemerintah Kab Madiun menggali dapat dilihat dengan jelas pada APBD
Kab Madiu, apakah dalam penggalian dana sesuai dengan manajemen anggaran, yakni
melalui pemanfaatan potensi secara baik
, atau bahkan malah membebankan terhadap masyarakat, berikut APBD Kab. Madiun :
Menganalisis
APBD Kab Madiun yakni secara umum belum mampu mandiri secara daerah Otonom
dengan dibuktikan PAD belum mampu menyukupi urusan rumah tangga sendiri atau
dapat dikatakan sebagai defisit ,
jika dibandingkan dengan PAD yang belum
mencapai setengah dari APBD tersebut, serta dalam penggalian APBD masih
menitikberatkan dalam jumlah besar pada pajak yakni secara langsung penggalian
dana yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Masyarakat masih dijadikan sumber
utama bagi Pemerintah Kab Madiun dalam kemajuan pembangunan daerah, hal ini
yang seharusnya di antisipasi oleh Pemerintah Dearah Kab Madiun agar masyarakat
tidak di berikan pengaruh besar pada eksploitasi PAD tersebut, terkadanag PAD
tersebut yang nantinya di akumulasikan menjadi APBD hanya kemungkinan kecil
yang kembali kepada masyarakat, alangkah baiknya pada setiap tahunya angka
eksploitasi PAD dari masyarakat ini mampu ditekan oleh Pemerintah Daerah, agar
usaha yang dirintis oleh masyarakat dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Penjelasan
diatas telah saya paparkan mengenai keberhasilan pada urusan penggalian PAD
disuatu daerah tidak terlepas pada dua faktor :
1. Pemerintah
Daerah ( pejabat dan birokrat )
2. Pemberdayaan
Masyarakat dan Swasta
Jika
dilihat secara normatif tentang anggaran APBD, keberpihakan secara nilai
kepedulian Pemerintah Daerah pada pembangunan atau pemberdayaan masyarakat
masih kurang terhadap masyarakat. Dibuktikan dengan pembelanjaan yang paling
besar adalah belanja pegawai hamir
60% dari keseluruhan anggaran, yakni mental pejabat dan birokrat masih
mengedepankan diri sendiri, dan tentunya hal ini berkaitan dengan faktor utama.
Jika kita melihat anggaran substansial yaitu Bansos saya kaitkan dengan anggaran pemberdayaan masyarakat
jumlahnya jauh lebih kecil dari anggaran pegawai, jelas dari sini adalah
ketidak berpihakan Pemerintah Daerah dalam memanajemen keuang daerah, secara
logika jika Anggaran Konsumtif dapat di tekan Belanja Pegawai dan di fokuskan dalam pemberdayaan masyarakat
melalui penganggaran yang berpihak pada masyarakat yakni Bansos tentunya secara jangka panjang akan membuat keuangan sehat
di Kab Madiun, dan itu perlu keseriusan Pemerintah Kab Madiun dalam memanfaatkan
potensi yang ada melalui anggaran yang berpihak kepada masyarakat. Jika keadaan
ini diteruskan menerus dalam penganggaran masih mengedepankan kepada urusan
instansi ( tunjangan pegawai, dan kenaikan gaji ) yang di kejar, tidak ada
keberpihakan para pemangku kebijakan Pemerintah Daerah, maka keuangan akan
terus defisit dikarenakan anggaran
adalah faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah jika digunakan
tidak pada tusi secara baik akan berdampak pada daerah itu sendiri.
Komentar
Posting Komentar