Wajah Ganda, Anggaran Dana Desa
Penulis : Danang Kurniawan
(Senat Mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Malang)
Desa
sekarang sudah memiliki magnet tersendiri untuk dijadikan bahan diskusi tentang
penyelenggaraan pemerintah desa, Desa telah membius para tokoh tokoh yang dulu
tidak pernah berfikir untuk mengurusi desa karna masih ketertinggalan jauh dan
SDM tergolong terbatas, sekarang orang berbondong bondong memfokuskan dan
sampai ikut terjun melakukan politik parktis di desa. Peristiwa ini dikarenakan
Pasca lahirnya UU desa nomor 6 Tahun 2014 dan dengan ditetapkannya Dana desa
yang bermilyaran setiap tahun, yang mana peruntukannya untuk kepentingan
pembangunan desa membuat harapan cerah atas sebuah pembangunan yang paling
dasar yakni desa. Desa juga mendapatkan banyak limpahan dengan adanya UU Desa
tersebut, sumber modal yang besar salah satunya melalui alokasi khusus untuk
desa. Menurut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia Sri Mulyani, alokasi dana
desa yang bisa mencapai 60 triliun tersebut sebenarnya sangat mampu
menggerakkan perekonomian di pedesaan. Hal tersebut dapat dilihat dari
keseriusan Pemerintah dalam mengalokasikan Dana Desa yang meningkat signifikan
tiap tahun pada periode 2015 sampai dengan 2017. Tahun 2015 dialokasikan
sebesar Rp20,77 triliun, meningkat menjadi Rp46,98 triliun pada tahun 2016, dan
tahun 2017 alokasinya kembali meningkat menjadi Rp60 triliun. Dengan total
alokasi Dana Desa sebesar Rp127,75 triliun selama 3 tahun, diharapkan dapat
memberi manfaat yang optimal dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang
dapat mengurangi kesenjangan, mengentaskan kemiskinan, serta meningkatkan perekonomian
desa
Penggunaan
Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa,
peningkatan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan dan
dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa. Jumlah tersebut tidaklah jumlah
yang kecil untuk sebagai modal awal pembangunan apalagi untuk sebuah desa.Presiden
Joko Widodo (Jokowi) ingin memastikan pengelolaan dan pemanfaatan dana desa
dapat berjalan optimal dan tepat sasaran di lapangan. Jokowi mengatakan,
anggaran dana desa yang alokasikan pemerintah setiap tahunnya selalu bertambah.
Ada 80.000 desa dan masing-masing punya alokasi masing-masing tapi mayoritas ke
fisik. Mungkin sekitar 60% sampai 80% juga ada," kata Peneliti The SMERU
Research Gema Satria di Jakarta, Rabu (11/7/2018). Keseriusan pemerintah dalam
memprioritaskan pembangunan desa sangat jelas di pemrintahan saat ini,
banyaknya Sumber Daya Modal money bagi pembangunan memang memiliki kontribusi
cukup.
Pembangunan
desa merupakan kiblat pembangunan yang dilakukan pemerintah saat ini akan tetapi jika melihat perkembangan yang
sudah ada sejak turunnya dana desa, menunjukan belum dirasakan berhasil atau
malah bahkan tidak jarang banyak menuaikan maslaah yang ada. Terbukti dengan adanya tanggapan dari Menteri Keuangan,
Sri Mulyani (Mentri Keuangan) mengakui
penggunaan dana desa belum optimal. Padahal, dana desa dapat dijadikan sebagai
motor penggerak pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah, seperti mendorong pertumbuhan
konsumsi dan investasi. Jejak capaian pngelolaan ADD yang masih buruk di tambah
lagi dengan penyakit lama bangsa ini korupsi yang juga di terima desa, tercatat
ada sekitar 62 kasus korupsi di pemerintahan desa yang melibatkan 61 kepala
desa dengan nilai kerugian negara sebesar Rp10,4 miliar. Meskipun nilai
kerugian negara cenderung kecil dibandingkan anggaran yang diberikan oleh
pemerintah, akan tetapi hal itu menjadi sinyal bahwa korupsi sudah semakin
meluas hingga tingkat desa. Faktor Korupsi bukan sebagai indikator pengaruh
gagalnya ADD dalam meningkatkan pembangunan dan pertumbuhan perekonomian desa.
Faktor
selanjutnya adalah Pemerintah pusat tidak menyadari semakin meningkatnya dana
yang dikelola desa, diperlukan kesiapan desa melalui penguatan kapasitas SDM,
dimana dalam pengelolaan guna merencanakan pembangunan yang sesuai kebutuhan
desa sangat terbatas, dikarenakan proses penyusunan program seharusnya
membutuhkan konseptor yang membidangi penyusunan perencanaan, hal ini jelas
akan berdampak pada pemanfaatan dana desa. Menurut kondisi di lapangan ternyata
masih minim untuk kebutuhan pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat .
Dari rata-rata yang diterima Rp800 juta, sebanyak 80% masih digunakan untuk
pembangunan infrastruktur pedesaan seperti jalan dan jembatan, ada 80.000 desa
dan masing-masing punya alokasi masing-masing tapi mayoritas ke fisik, kata
Peneliti The SMERU Research Gema Satria di Jakarta, Rabu (11/7/2018). Jelas
pembangunan ini akan berimplikasi pada sebuah pembangunan yang kurang produktif
seharusnya anggaran di gunakan untuk membina dan memberdayakan masyarakat untuk
menjadi pelaku ekonomi usaha UMKM ataupun dalam bentuk Bumdes.
Meskipun,
pemerintah telah menyediakan pendamping desa, akan tetapi peran mereka dalam
pemberdayaan masyarakat dinilai masih kurang. Temuan penelitian seperti ini
jelas membuat peran pendamping desa di pertanyakan dalam pendampingan di
siteiap desa. Seharusnya pendamping desa yang mampu menciptakan kader
pembangunan dari masyarakat desa itu sendiri sehingga mampu menjadikan
penggerak warga desa tersebut, serta ditambahnya inovasi yang ada menyesuaikan
dengan kebutuhan daerah sekitar sesuia potensi. Pendamping Desa bukan Cuma
sebagai pembantu menjalankan adsminitrasi saja akan tetapi lebih masuk kedalam
dalam peran memobilasi melalui fasilitator perencanaan di tingakat desa
musrenbangdes.
Jika
keadaan ini terjadi terus menerus pendistribusiian ADD akan jauh dari tujuan,
kondisi dilapangan sangat kompleks jika kita pahami penelitian di atas,
banyaknya kasus OTT dan kepala desa masuk dalam cengkraman korupsi, memberikan
bius negatif terhadap kinerja aparatur perangkat desa khsusnya Kepala Desa,
tidak jarang banyak Kepala Desa akan mencari aman dengan cara menyimpan
anggaran tanpa digunakan sama sekali sampai masa akhir jabatan, daripada harus
menanggung resiko yang sewaktu waktu akan muncul. Sebetulnya ADD diperuntukan
untuk pemberdayaan masyarakat, akan tetapi kenyataanya Desa akhirnya tidak
punya pikiran bahwa pemberdayaan tadi sifatnya berkelanjutan karena keadaan.
Kondisi
seperti ini seharusnya dijadikan bahan evaluasi bagi Pemerintah Pusat
khususnya, agar apa yang dilakukan adalah regulasi kebijakan yang efektif dan
mampu mencapai tujuan yang di inginkan yakni meningkatkan perekonomian desa.
Pemerintah pusat juga harus berbenah terkait siapa yang wajib menangani Desa
tersebut, selama ini ada rangkap dan tumpang tindih jabatan pada kementrian
terkait persoalan Desa, yakni antara Kementrian Dalam Negeri dan Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonsia. Agar
perangkat desa dan pendamping desa tidak kebbingungan dengan regulasi yang di
jadikan pedoman mereka.
Keberpihakan
Pemerintah Pusat kepada desa tidak mampu
dikatakan berhasil hanya dilihat dengan berapa jumlah anggaran yang di berikan,
akan tetapi sejauh mana keseriusan membina dan menindaklanjuti setiap tahap
demi tahap, jangan sampai ADD sama seperti kasus reformasi dan Otonomi daerah,
dimana SDM kita belum siap akan sebuah perubahan. Pemerintah juga perlu melakukan
pembinaan, pendampingan, dan pemantauan yang lebih terarah dan berkesinambungan
kepada desa. Di sisi lain, diperlukan penguatan koordinasi, konsolidasi, dan
sinergi terhadap pelaksanaan program/kegiatan yang menjadi prioritas
pembangunan desa dari tingkat Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Kecamatan,
hingga tingkat desa.
Terakhir
penulis ingin memberikan masukan terhadap pelaksanaan dana desa agar Dana Desa
tidak memiliki wajah ganda antara
meberdayakan atau menakutkan, sehingga pelaksanaan lebih terarah, pengalokasian
dana desa seharusnya diiringi dengan pendistribusian pendamping desa yang lebih
berkompeten dan mampu membidangi masalah kompleksitas dalam hal pembangunan,
kalau bisa dalam penjaringan calon pendamping desa dilakukan dengan system yang
ketat agar yang dihasilkan benar benar memiliki kwalitas,
pemberdayaan,merupakan kunci utama dana
desa dalam pengelolaan dana desa tersebut. Selama ini yang terlihat dana desa
kurang dimanfaatkan dengan baik mengingat keterbatasan perangkat desa dalam inovasi
kedepan untuk mengelola dana desa. Semoga tulisan ini mampu memberikan warna
tersendiri dalam perjalanan pembangunan Indonesia yang lebih baik, dana desa
adalah bentuk keberpihakan pemerintah kepada masyarakat yang lebih nyata.
Komentar
Posting Komentar